Proses
pergerakan penduduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu permanen dan
nonpermanen. Individu yang melakukan mobilitas disebut migran. Salah
satu cara yang cukup mudah dan sederhana untuk mengetahui apakah
seseorang termasuk migran atau bukan adalah dengan membandingkan antara
tempat kelahiran dengan tempat tinggalnya. Jika lokasi tempat kelahiran
berbeda dengan tempat tinggal, termasuk seorang migran, sedangkan jika
lokasinya sama maka dia adalah penduduk asli (nonmigran).
Gejala
mobilitas penduduk pada dasarnya bukanlah suatu proses biologis, tetapi
merupakan bentuk respon manusia terhadap situasi dan kondisi yang sedang
dihadapi. Misalnya, desakan ekonomi, situasi politik, kebutuhan
pendidikan, gangguan keamanan, terjadinya bencana alam di daerah asal,
ataupun alasan-alasan sosial lainnya. Dalam kenyataan sehari-hari
terdapat beberapa karakteristik yang bersifat khas dari penduduk yang
melakukan suatu mobilitas. Karakteristik kaum migran tersebut antara
lain sebagai berikut.
1) Kaum migran pada umumnya merupakan penduduk usia muda (usia produktif).
2) Pada umumnya kaum wanita mengikuti laki-laki (istri ikut suami).
3) Kelompok
penduduk dengan tingkat pendidikan dan keterampilan tinggi, umumnya
memiliki kecenderungan relatif tinggi intensitas migrasinya.
4) Kuantitas
mobilitas penduduk umumnya berbanding terbalik dengan jarak, artinya
semakin jauh jarak antara dua wilayah semakin sedikit jumlah penduduk
yang melakukan mobilitas. Sebaliknya semakin dekat jarak dua unit
geografis, semakin tinggi intensitas penduduk yang melakukan mobilitas
diantara dua wilayah tersebut.
5) Mobilitas penduduk dilakukan secara bertahap.
6) Terjadi arus pergi dan balik (arus mudik).
Berkaitan
dengan gejala migrasi, seorang ahli kependudukan dari Inggris yang
bernama Ravenstein (1889) mengemukakan pemikiran-pemikiran tentang
mobilitas penduduk yang dikenal dengan Hukum Migrasi (The Law of
Migration). Inti dari konsep-konsep pemikiran Ravenstein adalah sebagai
berikut.
1) Migrasi dan jarak
a) Para
migran banyak yang hanya menempuh jarak dekat dan jumlah migran di suatu
pusat penampungan migran-migran tersebut makin menurun karena makin
jauhnya jarak yang ditempuh.
b) Migran yang menempuh jarak jauh pada umumnya cenderung menuju ke pusat-pusat perdagangan dan industri yang penting.
2) Migrasi bertahap
a) Pada
umumnya terjadi suatu perpindahan penduduk berupa arus migrasi terarah
ke pusat-pusat industri dan perdagangan penting yang dapat menyerap para
migran tersebut sebagai tenaga kerja.
b) Penduduk
daerah perdesaan yang berbatasan langsung dengan kota yang tumbuh cepat,
cenderung berbondong-bondong menuju ke sana. Menurunnya jumlah penduduk
di perdesaan sebagai akibat migrasi akan diganti oleh para migran dari
daerah-daerah yang jauh terpencil. Fenomena ini akan terus berlangsung
hingga daya tarik salah satu dari kota-kota yang tumbuh cepat tersebut
setahap demi setahap terasa pengaruhnya di pelosok-pelosok desa yang
sangat terpencil.
3) Arus dan arus balik.
Setiap arus migrasi utama menimbulkan arus balik sebagai penggantinya.
4) Terdapat berbagai perbedaan antara desa dan kota.
Adanya
kecenderungan penduduk untuk migrasi, artinya bahwa penduduk kota kurang
minatnya untuk bermigrasi jika dibanding kan dengan penduduk
daerah-daerah perdesaan suatu negara.
5) Kebanyakan wanita lebih suka bermigrasi ke daerah-daerah yang dekat.
Inti dari
konsep ini memberikan gambaran kepada kita bahwa ternyata para wanita
melaku kan perpindahan ke daerah yang dekat ternyata lebih besar
jumlahnya jika dibandingkan kaum laki-laki, sedangkan jumlah migran ke
wilayah yang jaraknya jauh cenderung dilakukan oleh laki-laki.
6) Teknologi dan migrasi.
Maksud dari
konsep ini bahwa dengan semakin meningkatnya penerapan ilmu pengetahuan
dan teknologi terutama dalam sektor prasarana dan sarana perhu bungan
atau transportasi, serta perkembangan industri dan perda gangan,
berpengaruh terhadap meningkatnya arus migrasi.
7) Motif ekonomi merupakan dorongan utama.
Maksud dari
konsep ini bahwa munculnya gejala-gejala sosial, seperti undang-undang
yang kurang tepat atau bersifat menindas masyarakat kecil, iklim yang
tidak menarik, lingkungan masyarakat yang tidak menyenangkan, dan adanya
paksaan-paksaan (perdagangan budak, transportasi), dari dahulu sampai
sekarang senantiasa menimbulkan arus migrasi. Akan tetapi tidak satupun
dari arus-arus migrasi tersebut jumlah nya dapat dibandingkan dengan
jumlah arus migran yang didorong oleh keinginan untuk memperbaiki
kehidupan nya dalam bidang ekonomi (kebutuhan material). Misalnya,
banyak warga negara Indonesia yang menjadi TKI di luar negeri.
1) Mobilitas Non Permanen
Pada
dasarnya tidak semua penduduk yang bergerak atau mengadakan mobilitas
dari suatu wilayah ke wilayah lainnya bertujuan untuk menetap di wilayah
yang dikunjunginya. Ada kalanya mereka berpindah untuk sementara waktu,
baik dalam durasi waktu harian (pulang-pergi), mingguan, bulanan, atau
mungkin lebih lama lagi. Proses perpindahan penduduk semacam ini
dinamakan mobilitas non permanen. Berdasarkan lamanya waktu di tempat
tujuan, mobilitas non permanen dibedakan menjadi dua, yaitu komutasi dan
sirkulasi.
Komutasi
merupakan bentuk mobilitas penduduk non permanen secara ulang-alik
(pergi-pulang) tanpa menginap di tempat yang dituju, atau dengan kata
lain waktu yang dibutuhkannya kurang dari 24 jam. Orang yang melakukan
proses komutasi dinamakan komuter atau penglaju. Sebagai contoh
seseorang yang bekerja di Jakarta, sedangkan tempat tinggalnya di kota
Bogor atau Bekasi. Dengan kemajuan prasarana dan sarana transportasi,
jarak antara kedua kota tersebut dirasakan tidak terlalu jauh. Oleh
karena itu, terjadi aktivitas pergi pagi hari untuk bekerja dan pulang
sore atau senja tanpa harus menginap di Jakarta.
Sirkulasi
adalah jenis mobilitas penduduk non permanen tetapi sempat menginap di
tempat tujuan atau mobilitas non permanen musiman. Orang yang melakukan
sirkulasi dinamakan sirkuler. Waktu yang dibutuhkan untuk sirkulasi
berbeda-beda. Ada yang hanya beberapa hari, namun ada pula yang memakan
waktu lama.
2) Mobilitas Permanen (Migrasi)
Manusia
merupakan makhluk yang memiliki kemampuan atau daya mobilitas paling
tinggi jika dibandingkan dengan organisme lainnya di muka bumi. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti kebutuhan ekonomis, pendidikan,
keamanan, atau alasan-alasan sosial lainnya sering kali manusia pindah
dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, kemudian menetap di tempat
tujuan.
Bentuk
pergerakan penduduk semacam ini disebut mobilitas permanen atau migrasi.
Secara umum dikenal dua macam mobilitas permanen, yaitu migrasi
internasional dan migrasi internal. Migrasi internasional merupakan
proses perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain. Migrasi
internasional dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu imigrasi, emigrasi,
dan remigrasi.
Imigrasi
adalah perpindahan penduduk masuk ke suatu negara, atau dapat pula
didefinisikan sebagai proses masuknya warga negara asing ke sebuah
negaradisebut imigran. Emigrasi adalah proses perpindahan penduduk
keluar dari suatu negara, seperti warga negara Indonesia bermigrasi dan
menetap di negara Malaysia. Orang yang melakukan emigrasi disebut
emigran. Remigrasi adalah proses kembalinya penduduk ke negara asalnya
setelah pindah dan menetap di negara asing.
Migrasi
internal merupakan bentuk perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke
wilayah lainnya dalam satu negara. Secara umum bentuk-bentuk migrasi
internal yang biasa dijumpai di Kepulauan Indonesia antara lain
urbanisasi, ruralisasi, dan transmigrasi.
Urbanisasi
adalah perpindahan penduduk dari kawasan perdesaan ke wilayah perkotaan,
sedangkan orang yang melakukan urbanisasi dinamakan urbanisan.
Sebaliknya, ruralisasi merupakan bentuk perpindahan penduduk dari kota
ke desa.
Gejala
urbanisasi berawal dari adanya ketimpangan pemerataan pembangunan antara
kawasan perkotaan dan perdesaan. Di satu pihak akselerasi peningkatan
ekonomi dan pembangunan di wilayah perkotaan berjalan relatif lebih
cepat dan merambah hampir semua sektor kehi dupan, kecuali bidang
pertanian. Adapun di lain pihak pembangunan di perdesaan cenderung
berjalan dengan lamban.
Akibatnya,
tingkat kesejahteraan masyarakat kota dirasakan jauh lebih tinggi jika
dibanding kan dengan penduduk desa. Kondisi ini memacu penduduk desa
untuk pergi mengadu nasib ke kota, dengan harapan akan mendapat
penghidupan yang jauh lebih layak dibanding kan di desa.
Sebagai
suatu bentuk interaksi kota dan desa, urbanisasi dipengaruhi oleh dua
faktor utama yang dikenal dengan istilah faktor pendorong (push factors)
dan faktor penarik (pull factors).
a) Faktor Pendorong
Wilayah
perdesaan dengan segala keterbatasan dan permasa lahannya merupakan
faktor pendorong terjadinya gejala urbanisasi. Beberapa permasalahan
sosial di wilayah perdesaan yang menjadi daya dorong urbanisasi antara
lain sebagai berikut.
(1) Menyempitnya lahan pertanian yang menjadi mata pencarian utama sebagian besar penduduk perdesaan.
(2)
Perubahan fungsi lahan dari kawasan pertanian menjadi lahan permukiman
penduduk, pembangunan fasilitas sosial, atau menjadi kawasan industri.
(3) Jumlah
penduduk perdesaan yang semakin tinggi memerlukan pekerjaan yang lebih
banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan lapangan kerja di
sektor pertanian semakin berkurang akibat menyempitnya lahan.
(4) Tingkat upah kerja di desa umumnya relatif lebih kecil jika dibanding kan dengan di kota.
(5) Harapan masyarakat desa untuk meningkatkan taraf hidup dan status ekonomi dengan bekerja di kota.
(6) Fasilitas sosial, seperti jenjang pendidikan, kesehatan, olah raga, dan hiburan di wilayah perdesaan relatif terbatas.
b) Faktor Penarik
Di lain
pihak, kota dengan berbagai fasilitas dan kemajuannya merupakan faktor
penarik bagi masyarakat untuk melakukan urbanisasi. Beberapa contoh daya
tarik wilayah perkotaan yang mengakibatkan tingginya arus urbanisasi
antara lain sebagai berikut.
(1) Kota
yang dileng kapi dengan berbagai fasilitas sosial yang lebih memadai
tentunya banyak memberikan kemudahan bagi warganya dalam melakukan
aktivitas sosial sehari-hari.
(2) Lapangan
pekerjaan di kota yang lebih beragam terutama dalam sektor industri dan
jasa dengan upah relatif tinggi dapat menyerap tenaga kerja lebih
banyak.
(3) Tersedianya fasilitas pendidikan yang lebih memadai baik dari jenjang maupun jumlah lembaga pendidikan.
(4) Tersedianya fasilitas kesehatan, olah raga, hiburan, dan rekreasi dengan jumlah dan kualitas yang lebih baik.
Sebagai
suatu gejala yang terjadi di masyarakat, urbanisasi tentu nya memberikan
dampak atau pengaruh berupa permasalahan-permasalahan sosial bagi
wilayah perdesaan dan perkotaan. Beberapa permasalahan yang dapat timbul
sebagai akibat tingginya arus urbanisasi antara lain sebagai berikut.
a) Contoh Permasalahan bagi Wilayah Perdesaan
(1) Wilayah perdesaan banyak kehilangan tenaga kerja produktif karena banyaknya orang yang pergi ke kota.
(2) Lahan-lahan potensial di perdesaan banyak yang terlantar.
(3) Meningkatnya gejala urbanisme pada masyarakat desa, yaitu pola dan gaya hidup yang meniru masyarakat kota.
(4) Proses
pembangunan desa terhambat karena salah satu modal dasar pembangunan,
yaitu tenaga kerja yang terdidik atau terlatih banyak yang melakukan
urbanisasi.
b) Contoh Permasalahan bagi Wilayah Perkotaan
(1) Persentase jumlah dan kepadatan penduduk kota me ningkat dengan cepat.
(2) Tingkat pengangguran meningkat karena banyak penduduk desa yang tidak terserap oleh lapangan kerja yang ada.
(3) Tingkat kriminalitas tinggi.
(4)
Timbulnya permukiman-permukiman kumuh (slum area), seperti sepanjang rel
kereta api yang dihuni oleh penduduk urbanisan yang gagal mendapat
kehidupan yang layak di kota.
Untuk
menekan tingginya arus urbanisasi diperlukan langkah dan upaya secara
terpadu antara pihak pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. Beberapa
upaya yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut.
(1) Meningkatkan pembangunan ke wilayah perdesaan.
(2) Meningkatkan jumlah dan kualitas sarana komunikasi dan transportasi sampai ke pelosok desa.
(3) Meningkatkan fasilitas-fasilitas sosial di perdesaan.
(4) Mengalihkan kegiatan ekonomi utama dari sektor agraris pada bidang non agraris yang banyak menyerap tenaga kerja.
Bentuk
migrasi internal yang juga banyak dilakukan di negara Indonesia adalah
transmigrasi. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah
yang padat penduduknya ke daerah yang jarang penduduknya atau dengan
alasan-alasan yang dianggap perlu oleh negara di dalam wilayah negara
Republik Indonesia.
Sebagaimana
kita ketahui bahwa sebagian besar penduduk Indonesia terkonsentrasi di
tiga pulau utama, yaitu Jawa, Madura, dan Bali (Jambal). Untuk mengatasi
ketimpangan distribusi penduduk pada ketiga wilayah tersebut,
pemerintah menentukan daerah tujuan utama transmigrasi menjadi tiga
region.
Adapun tujuan utama yang ingin dicapai melalui program transmigrasi antara lain sebagai berikut.
(1) Pemerataan pembangunan dan persebaran penduduk.
(2) Pemerataan memeroleh pendapatan dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk.
(3) Peningkatan produksi yang mengolah sumber daya alam yang tersedia di daerah baru.
(4) Mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran.
(5) Memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
(6) Meningkatkan pertahanan dan keamanan nasional.
Berdasarkan bentuk dan penyelenggaraannya, transmigrasi dibedakan menjadi lima jenis, yaitu sebagai berikut.
1) Transmigrasi Umum,
yaitu jenis transmigrasi yang diselenggarakan dan dibiayai sepenuhnya
oleh pemerintah. Dalam program ini, pemerintah memberikan beberapa
fasilitas kepada para transmigran, antara lain:
(a) biaya perjalanan sepenuhnya ditanggung pemerintah;
(b) pemerintah memberikan bantuan biaya hidup bagi para transmigran selama 18 bulan pertama;
(c) penyediaan rumah tinggal;
(d) penyediaan lahan garapan seluas dua hektar;
(e) bantuan bibit dan alat-alat pertanian.
2) Transmigrasi Bedol Desa,
yaitu bentuk transmigrasi yang di laksanakan terhadap semua penduduk
suatu desa secara bersama-sama dengan perangkat pemerintahan desa
tersebut. Jenis transmigrasi bedol desa dilakukan jika di suatu daerah
terkena bencana alam atau adanya program pemerintah bagi peningkatan
kesejahteraan penduduk, seperti pembuatan jalan, bendungan untuk PLTA
atau irigasi, dan perluasan daerah penghijauan.
3) Transmigrasi Spontan (Swakarsa Mandiri), yaitu jenis transmigrasi yang diselenggarakan dan dibiayai sepenuhnya oleh para trasmigran.
4) Transmigrasi Sektoral, yaitu jenis transmigrasi yang dilaksanakan antar departemen.
5) Transmigrasi Lokal, yaitu jenis transmigrasi yang pelaksanaannya masih dalam satu kawasan provinsi.
Adanya
program pemerintah melalui transmigrasi merupakan langkah nyata dalam
upaya melakukan pemerataan penduduk di Indonesia. Melalui program
transmigrasi diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat untuk mampu bertahan hidup di tengah himpitan ekonomi dan
ketersediaan sumber daya alam yang semakin terbatas jumlahnya.
Demikianlah materi Penjelasan Mobilitas Penduduk, selamat belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar